TRADISI
UNIK YANG TERDAPAT DI DESA LANDIH
Gambar 1.1 Wajah Desa Landih
A. Profil
Desa Landih
Landih adalah desa yang berada di kecamatan Bangli, Kabupaten
Bangli, Bali, Indonesia. Desa ini dibentuk pada tahun 2008 dari pemekaran Desa Pengotan. Desa landih adalah desa
yang terdiri dari beberapa dusun, yaitu sering disebut Bulan Palapa yang
berarti Buayang, Landih, Palaktiying, Langkan, dan Penaga. Buayang adalah salah
satu dusun yang terletak tepat di sebelah selatan dari desa landih. Landih
merupaakan pusat dari desa landih sendiri, berada di sebelah timur
desa pengotan, sekitar 15 kilometer dari kota bangli, di landih sendiri terdiri dari banyak tempekan seperti tempek barong, tempek teki, tempek pekarangan, tempek bintak, tempek dajan umah, tempek ini biasanya untuk memudahkan saat ada upacara dalam membagi tugas di pura. Selanjutnya ada Dusun Palaktiying adalah dusun yang terletak di sebelah barat daya dari Desa Landih, dusun palaktiing terkenal dengan masyarakat yang kesehariannya membuat keranjang pindang, dusun palaktiying ini juga terbagi atas beberapa tempekan atau pondokan seperti pondokan buah, baugasri, dajan umah, delod umah, dan pondokan pangsut. Dusun selanjutnya adalah Dusun Langkan yang merupakan tempat saya tinggal letaknya di sebelah barat laut dari desa landih, mayoritas masyarakat di dusun langkan adalah sebagai petani atau pekebun yang menanam pohon jeruk dan sayur – sayuran. Dusun Langkan juga terbagi atas beberapa tempekan atau pondokan, dan uniknya setiap warga yang memiliki rumah di pusat dusun pasti memiliki tegal atau tanah di pondokan dan mereka selalu pergi kepondoknya itu tiap hari. Pondokan itu terdiri dari pondokan kaja, pondokan dalem, pondokan boni, dan pondokan bunut. Dusun yang terakhir yaitu dusun penaga yang terletak tepat disebelah timur desa landih.
desa pengotan, sekitar 15 kilometer dari kota bangli, di landih sendiri terdiri dari banyak tempekan seperti tempek barong, tempek teki, tempek pekarangan, tempek bintak, tempek dajan umah, tempek ini biasanya untuk memudahkan saat ada upacara dalam membagi tugas di pura. Selanjutnya ada Dusun Palaktiying adalah dusun yang terletak di sebelah barat daya dari Desa Landih, dusun palaktiing terkenal dengan masyarakat yang kesehariannya membuat keranjang pindang, dusun palaktiying ini juga terbagi atas beberapa tempekan atau pondokan seperti pondokan buah, baugasri, dajan umah, delod umah, dan pondokan pangsut. Dusun selanjutnya adalah Dusun Langkan yang merupakan tempat saya tinggal letaknya di sebelah barat laut dari desa landih, mayoritas masyarakat di dusun langkan adalah sebagai petani atau pekebun yang menanam pohon jeruk dan sayur – sayuran. Dusun Langkan juga terbagi atas beberapa tempekan atau pondokan, dan uniknya setiap warga yang memiliki rumah di pusat dusun pasti memiliki tegal atau tanah di pondokan dan mereka selalu pergi kepondoknya itu tiap hari. Pondokan itu terdiri dari pondokan kaja, pondokan dalem, pondokan boni, dan pondokan bunut. Dusun yang terakhir yaitu dusun penaga yang terletak tepat disebelah timur desa landih.
B. Tradisi Unik Di Desa Landih
Bila
dilihat dari profil diatas desa landih terdiri atas beberapa dusun Tiap dusun
pastinya memiliki tradisi uniknya masing – masing, seperti yang akan saya
jelaskan dibawah ini.
1.
Tradisi Upacara Dalam Pertanian
Gambar 1.2 Pura Gunung Meraun
Tradisi
ini terdapat di Dusun Langkan, Desa Landih, Bangli. Menurut seorang penglingsir
atau penua di desa tersebut, menanam tanaman seperti padi, jagung, undis, kara
dan kacang - kacangan sudah dilakukan sejak jaman dahulu namun kini sudah mulai
ditinggalkan karena bertani semacam itu kurang banyak penghasilannya.
Masyarakat lebih tertarik dengan hasil yang menggiurkan seperti menanam jeruk
dan sayur – sayuran. Rentetan upacara dari penanaman tanaman - tanaman tersebut
adalah sebagai berikut :
a.
Upacara Mungkah
Upacara ini dilakukan di salah satu pura
di langkan yaitu Pura Gunung Meraun. Pura ini menurut para penglingsir dulunya
adalah pura yang amat sangat keramat salah satunya adalah tidak boleh membawa
perhiasan apapun kedalam pura atau kejeroan. Menurut penglingsir upacara ini
dilakukan untuk memuja Dewi Sri sebagai dewa kemakmuran supaya apa yang ditanam
nanti dapat tumbuh dengan baik dan memberikan kemakmuran bagi masyarakat
setempat. Pura ini merupakan tempat seluruh rangkaian upacara bagi para petani
yang memiliki lahan untuk menananam padi pada jaman dulu. Upacara ini
memerlukan sarana banten seadanya dan
biji - bijian yang dibawa dari masing –masing rumah untuk dipersembahkan
kehadapan Dewi Sri yang kemudian akan ditunas atau diminta kembali sebagai bija
ratus. Upacara yang dilakukan juga diiringi pelengkap upacara seperti gambelan
dan tari – tarian. Tarian yang biasanya digunakan untuk mengiringi adalah tari
rejang tari pendet dan tari baris. Setelah serangkaian upacara dilakukan maka
tiap kepala keluarga dari masyarakat mendapat bija ratus, kemudian masyarakat
akan melakukan yadnya di pelinggih tegaklan atau sering disebut papun, yang
merupakan tempat berstananya dewa yang memiliki atauu menjaga tanaman. Prosesi
mungkah ini merupan awal dari petani untuk bertani, dimana pada saat hari itu
merupakan hari baik untuk metajuk atau menggemburkan tanah yang akan digunakan
untuk menanam tanaman tersebut, walaupun tidak semua tanah bisa digemburkan
satu hari biasanya masyarakat hanya mengambil beberapa bagian sebagai symbol
dari rentetan upacara. Tanah yang sudah digemburkan itu kemudian ditanami benih
– benih tanaman yang telah didapat dari upacara tadi, atau yang disebut Bija
Ratus,kemudia masyarakat akan mebrata selama tiga hari untuk tidak melubangi tanah atau ngohkoh
tanah, setelah tiga hari barulah boleh kembali melubangi tanah, biasanya disini
masyarakat melanjutkan penanaman dari bibit tanaman yang diinginkan oleh
petani.
b.
Upacara Mebubuh
Upacara ini adalah lanjutan dari retetan
upacara bagi para petani. Upacara ini dilakukan saat padi atau tanaman sudah
mulai tumbuh dan sudah memililiki dua daun. Sama sepeti upacara mungkah upacara
ini juga dilakukaan di pura gunung meraun. Sarana dari upacara ini adalah
banten seadanya dan tentunya bubuh, bubuh dibuat dari beras yang direbus
kemudian dibentuk daalam Sebelas wadah yang dijadikan satu, masing – masing
wadah berisi bubuh dan unti atau parutan
kelapa yang dicampur dengan gula merah. Upacara ini peertama dilakukan di pura
kemudian setelah mendapat tirta atau air suci dari pura yang kemudian akan
digunakan di masing – masing papun masyarakat. Di papun ini juga menggunakan
bubuh tadi, upacara ini dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur kehadapan Ida
Sang Hyang Widhi dan manifestasinya sebagai Dewi Sri. Selain di papun upacara
mebubuh ini juga dilakukan di sanggah dari masing – masing warga untuk
mengungkapkan rasa syukur kehadapan Ida Bhatara Guru, yang telah melimpahkan
berkaahnya. Pada fase ini petani biasanya membersihkan atau mencabuti rumput
liar yang tumbuh disekitar tanaman agar tidak mengganggu proses tumbuhnya
nanti.
c.
Upacara Nyungsung
Upacara ini dilakukan pada saat padi sudah
mulai berbuah biasnya disebut beling, padi pada umur ini sudah mulai tampak
dari pohonnya namun belum keluar sepenuhnya. Upacara ini menggunakan sarana
bantal dan blayag sama seperti upacara yang diawal, upacara ini juga
dilaksanakan di pura gunung meraun terlebih dahulu, dengan menghaturkan sarana
tersebut kehadapan Dewi Sri. Upacara Nyungsung memiliki makna untuk membuka isi
dari belingan padi tersebut agar nanti menjadi lebat dan sehat. Prosesi upacara
ini juga diiringi dengan pelengkap seperti gambelan, tari rejang, tari pendet dan tari baris. Selain
banten seadanya bantal dan blayag, pada prosesi ini masyarakat juga akan
menghaturkan satu buah guling babi, pastinya semua sarana upacara itu
dihaturkan untuk mengungkapkan rasa syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa
dalam manifestasinya sebagai Dewi Sri.
d.
Upacara Mapag
Upacara mapag dilakukan sebelum masyarakat
memetik padi yang sering disebut manyi. Sarana dalam upacara ini adalah banten
seadanya dan jaje uli, yang menurut para penglingsir atau orang tua di Dusun
Langkan merupakan prosesi akhir dari penanaman tanaman yang didominasi oleh
tanaman padi. Upacara ini memiliki makna
untuk menjeput hasil yang melimpah setelah sekian lama menanam dan merawaat
tanaman tersebut atau dalam istilah balinya disebut mapag = mapagin =
menjemput. Bukan sekedar menjemput dalam prosesi ini juga masyarakat mengucapkan
syukur kehadapan-Nya atas hasil panen yang didapatkan. Hasil ini kemudian akan
digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup, dan juga untuk ditanam kembali nanti.
Prosesi ini akan terus berulang – ulang biasanya sasih yang menjadi patokan
dari petani.
Itulah
rangkaian upacara penanaman masyarakat langkan dari penua dulu, hingga sekarang
upacara tersebut masih tetap aktif dilaaksanakan, namun untuk penanaman padinya hanya ditanam di
sebelah timur pura gunung meraun. Masyarakat umum sudah mulai meninggalkan penanaman
padi tersebut karena pengaruh pertanian jaman sekarang. Walaupun seperti itu
upacaranya masih tetap aktif dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur
kehadapan Dewi Sri.
2.
Tradisi Nyepi Adat
Tradisi ini terdapat di Dusun Pakraman Palaktiying,
desa Landih, Kecamatan Bangli, terdapat keunikan yang dikenal dengan
sebutan Nyepi Adat. Berbeda daerah lainnya di Bali, Desa Pakraman Palaktiying
justru melaksanakan Hari Raya Penyepian dua kali dalam satu tahun. Selain
melaksanaan perayaan Nyepi secara nasional, desa Pakraman ini juga melaksanakan
Nyepi Adat. Bahkan Nyepi Adat ini, terbilang lebih ketat dari pelaksanaan Nyepi
pada umumnya. Tak tanggung-tanggung, bagi yang melanggar dikenakan sanksi adat
dengan membayar denda.
Menurut menurut warga dusun Pakraman Palaktiying
mengatakan Nyepi adat dilaksanakan berkaitan dengan Upacara Ngusaba
Tegen-Tegenan di Pura Dalem Pingit. Kali ini, pelaksanaan Nyepi Adat bahkan
berlangsung selama dua hari, dimulai dari hari. Untuk menjaga kekhusukan
pelaksanaan Nyepi Adat ditempat ini, sejumlah pecalang atau pengaman desa adat
disiagakan. Semenatara dipintu masuk masing-masing rumah warga dipasang sawen
atau tanda dilarang masuk.Seluruh aktivitas pemerintahan maupun swasta
dan warung yang ada diwilayah setempat juga ditutup. Meski demikian, sesuai
namanya Nyepi adat ini hanya berlaku khusus untuk wilayah dan warga di Dusun
Palaktiying saja.
Dijelaskan, saat Nyepi Adat warga juga melaksanakan Catur
Brata Penyepian yaitu Amati Geni (tidak menyalakan api), Amati Karya
(tidak bekerja), Amati Lelanguan (tidak melaksanakan hiburan), Amati Lelungan
(tidak bepergian). Sama halnya saat Nyepi pada umumnya, warga pantang
keluar rumah dan menerima tamu.. Dijelaskan, Nyepi Adat ini dilaksanakan setiap
satu tahun sekali. Tapi harinya tidak pasti. Hal itu karena menyesuaikan
dengan eedan karya atau odalan yang ada di Pura Dalem Pingit. Biasanya, kenanya
bisa sasih kesanga atau bisa juga sasih kedasa.
Disampaikan, perayaan Nyepi Adat di Desa Pakraman
Palaktiying dikatagorikan menjadi dua tingkatan. Nyepi Ageng dan Nyepi
Alit, sesuai tingkat upacara ngusaba yang dilaksanakan. Biasanya kalau pada
Ngusaba Tegen-tegenan menggunakan pecaruan dengan sarana
sapi, maka brata penyepian biasanya dilaksanakan selama dua hari.
Bila Ngusaba tegenan melantaran ayam, maka brata penyepian dilaksanakan hanya
satu hari.
Saat pelaksanaan Brata Penyepian, seluruh
warga Desa Pakraman Palaktiying tidak boleh menerima tamu dari luar desa
maupun luar dusun. Jika hal tersebut dilanggar, maka warga yang kedatangan tamu
akan dikenai sanksi berupa denda. Menurut sejumlah warga setempat, sanksi adat
yang dikenakan bila melanggar Nyepi Adat, kalau dulu dendanya berupa uang
kepeng dan sempat dirupiahkan menjadi Rp 2.000 per KK, sekarang dendanya berupa
beras satu kilogram.
3.
Ngusabe Tegen
Sementara itu, sehari sebelum pelaksanaan Nyepi Adat
warga dusun Palaktiying melaksanakan ritual Ngusabha Tegen. Sesuai namanya,
Ngusabha Tegen di Palaktiing menggunakan sarana sesajen berupa banten
tegen-teganan. Dimana, keunikan banten tegenan ini terdiri dari dua bagian.
Satu bagian dibuat dari sarana buah-buahan dan jajan. Dibagian lain terbuat
dari ketupat. Sarana ini dibentuk sedemikian rupa dan dibawa dengan cara
dipikul (tegen) dengan menggunakan kayu dapdap oleh kaum pria.
Sementara kaum perempuan membawa banten suunan yang juga dibuat dari hasil bumi.
Semua sarana tersebut kemudian dihaturkan ke Pura Dalem Pingit dusun
Palaktiying. Dikatakan juga banten tegenan ini, wajib dihaturkan satu kepala
keluarga satu tegenan. Tujuan Ngusabha Tegen, yakni sebagai ungkapan rasa syukur
atas panen yang berlimpah. Belum diketahui pasti sejak kapan Upacara
Tegen-tegenan dan Nyepi adat itu dilaksanakan. Yang pasti, upacara
Tegen-Tegenan dan Nyepi Adat sudah dilakukan dari nenek moyang mereka dan
diyakini harus dilaksanakan untuk menghindari hal - hal yang tidak diinginkan.
Itulah beberapa tradisi uni yang terdapat di Desa Landih,
selainn tradisi itu diatas patinya masih banyak yang belum saya ketahui, bila
ada kesalahan dalam penulisan saya mohon maaf sebesar – besarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar